[Metrokalsel.co.id], KOTABARU – Konfederasi Serikat Buruh Sawit Kalimantan (K-Serbusaka) menggelar aksi teatrikal simbolik di depan Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Kotabaru, Senin (22/12/2025).
Dalam aksi tersebut, massa membawa keranda sebagai simbol “kematian upah layak”, serta memperagakan mulut buruh yang dilakban sebagai lambang dibungkamnya suara buruh dalam proses penentuan kebijakan pengupahan.
Aksi simbolik ini merupakan bentuk aspirasi dan kritik moral terhadap kebijakan ketenagakerjaan yang dinilai belum sepenuhnya berpihak kepada buruh sawit.
Sekretaris K-Serbusaka, Rutqi, dalam pernyataannya menyampaikan tuntutan agar Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kotabaru Tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp3.935.352. 60 dengan menggunakan alpha 0,9, yang menurutnya merupakan pilihan paling adil bagi buruh sawit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Aksi ini adalah bentuk keprihatinan kami karena selama ini buruh dipaksa menerima keputusan yang menyangkut hidup mereka tanpa dilibatkan secara bermakna,” tegas Rutqi.
Usai aksi, unsur pemerintah daerah, Dewan Pengupahan, serta perwakilan serikat buruh melaksanakan rapat penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Kotabaru.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Kotabaru, Saperani, SST, menjelaskan bahwa rapat berlangsung sejak siang hingga malam hari dan berjalan cukup alot.
“Kami rapat bersama Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Rapat berlangsung dari siang hingga malam dan akhirnya mencapai kesepakatan melalui mekanisme voting,” ujar Saperani.
Ia menyebutkan, angka UMK dan UMSK belum dapat disampaikan ke publik karena masih berupa usulan yang akan diteruskan kepada Bupati Kotabaru, selanjutnya diajukan ke Gubernur Kalimantan Selatan.
“Angka sengaja belum kami sampaikan untuk menghindari perbedaan persepsi. Nanti angka resmi akan keluar setelah ditetapkan oleh Gubernur,” jelasnya.
Menurut Saperani, rapat hanya memutuskan dua poin utama, yakni UMK dan UMSK. Jika dalam proses musyawarah tidak ditemukan kesepakatan, maka sesuai aturan dilakukan pemungutan suara.
“Total peserta rapat ada 13 orang, satu perwakilan unsur pengusaha tidak hadir. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak,” tambahnya.
Ia berharap hasil penetapan nantinya dapat diterima oleh semua pihak.
“Pemerintah daerah telah menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai aturan. Harapan kami, keputusan ini dapat menjadi titik temu bagi buruh dan pengusaha,” pungkasnya. (ebt)








