(Istimewa) Kegiatan Serda Ajeng Ayu Juwita Cahyana di Afrika
Metrokalsel.co.id, BATULICIN – Menjadi prajurit dan kini bertugas dalam misi Perdamaian di Afrika, tak membuat tentara wanita asal Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan ini, takut dengan misi ini, justru sebaliknya.
Bahkan, ada berbagai tantangan yang menurutnya asik berada dilingkungan masyarakat yang berada ditengah konflik karena bisa berbagi ilmu.
Inilah sosok dari Sersan Dua Ajeng Ayu Juwita Cahyana yang merupakan anggota TNI Angkatan Laut Korps wanita Angkatan Laut Jakarta.
Perempuan ini tergabung di Satgas Indo-RDB 39 C Monusco Congo, Female Engagement Team (FET). Dia bertugas di Misi Perdamaian ini selama satu tahun dan sekarang sudah di bulan ke 10.
Putri dari pasangan Ir H Muhammaddun dan Hj Sri, ini merupakan putri daerah Kabupaten Tanah Bumbu yang tinggal di Jalan Insgub Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.
Sebagai tentara wanita, ia pun menjalankan tugasnya walau situasinya tentu tidak bisa diprediksi. Mereka harus selalu siap 1 x 24 jam.
Kendati demikian tidak membuatnya takut, justru bersosialisasi dengan warga disana.
Namun diawal dia tiba, sudah harus bersiaga dimana Per kesempatan pertama, seluruh prajurit langsung mengamankan seluruh sisi camp dan tidak lupa juga pengamanan terhadap diri sendiri dengan mengamati situasi sekitar sampai benar-brnar aman dan kondusif kembali. Karena pada saat seperti itu sektor luar camp pasti sangat ramai masyarakat entah demi atau pun blokade di jalan.
” Dimilisi saya sendiri sampai saat ini, Alhamdulillah belum pernah kontak senjata. Namun disekitaran COB sudah sering terjadi tembakan antar masyarakatnya,” sebutnya.
” Sejauh ini, pengalaman setelah melaksanakan misi kurang lebih 10 bulan banyak sekali kegitan dengan terjun langsung ke masyarakat Afrika wilayah Demokratik republik Kongo yang banyak terjadi masalah dan konflik antar warga setempat,” cerita Ajeng kepada Metrokalsel.co.id, Kamis (4/11/2021) via Whatsapp (WA).
Menurutnya, paling berkesan di Monusco mempunyai organisasi bernama CIMIC ( Civil and Military Coordination) yang bersosialisasi kepada masyarakat yang terkena trauma.
Baik itu korban pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, perampokan, dan kejahatan sosial lainnya untuk mengobati trauma mereka dengan menyampaikan visi misi kedatangan Indo- RDB di wilayah Democratic Republik Kongo, dengan tidak lain membawa budaya Indonesia yang terkenal ramah tamah.
” Kedatangan kami berupaya agar mereka tenang dan saat mereka merasa yakin dan nyaman berada disekitar kami, maka kami memberikan kepercayaan kemudian hidup berdampingan lagi dengan masyarakat biasa,” katanya.
Diakuinya, suasana di Afrika tersebut, meskipun didalam suatu camp Indo- RDB ( Rapidly Depoyable Bataylion) dia selalu waspada dengan lingkungan sekitar yang rawan sekali oleh kelompok bersenjata (milisi) yang kapan saja bisa menyerang.
Sementara, Kondisi masyarakat sendiri cukup memperihantinkan. Sebab, ditempat itu sangat minim pendidikan, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Bahkan jarang sekali ada listrik di rumah-rumah warga. Walaupun di kotanya yang agak sedikit maju ada listrik dan gedung bertingkat, tetap perlu waktu sekitar 5 jam dari Camp Indo-RDB untuk sampai.
Pengetahuan tentang kesehatan termasuk air bersih pun, mereka sangat tidak mengerti pengelolaanya.
” Rumah sakit dan balai-balai kesehatan pun sangat sukar ditempuh dan fasilitas sangat minim untuk menuju fasilitas itu,” katanya.
Tetapi dengan keadaan seperti ini, FET ( female Engagement team) ataupun MET ( male engagement team) tidak kehabisan akal untuk terus membantu dan memotivasi mereka agar terus berpikir maju dan berkembang, mengajari mereka menyaring air bersih, mengolah makanan hasil kebun, mengajari anak-anak bernyanyi dan menari, mensosialisasikan tentang HIV dan Aids, serta mengajak masyarakat berbahagia dan merasa nyaman dengan adanya Indo- RDB Monusco 39-C.
” Disini harus selalu siap gerak. Dan bersyukur masih bisa tidur nyenyak karena pos-pos di camp ada yang jaga 24 jam. Saat off ship bisa tidur 8 jam, tetapi bila dapat jadwal jaga, maka tidak ada waktu untuk tidur,” tandas Ajeng. (had)